A.
Pengantar
Di
era globalisasi seperti sekarang ini, peserta didik dituntut untuk
mempunyai kecakapan abad 21 yaitu kemampuan berkomunikasi, berkreatifitas,
berkolaborasi, dan kemampuan berfikir kritis atau di dalam dunia pendidikan lebih dikenal dengan
sebutan 4C (Communication, Collaborative, Critical Thinking, and Creativity). Keempat
kompetensi tersebut bisa dicapai salah
satunya dengan menumbuhkan budaya literasi di sekolah. Hal ini dikarenakan
ketrampilan membaca yang dimiliki oleh peserta didik melaui budaya literasi
sekolah tersebut, sangat menentukan mereka di dalam memahami informasi yang
diterima secara analitis, kritis, dan reflektif. Di tambah lagi, data penelitian dalam Progress International Reading
Literacy Study (PIRLS) tahun 2011 menunjukkan bahwa kemampuan siswa
Indonesia dalam memahami bacaan berada di bawah rata-rata internasional. Data
menunjukkan bahwa Indonesia menduduki peringkat ke-45 dari 48
negara dengan skor 428 dari skor rata-rata 500 (IEA, 2012). Berangkat
dari permasalahan itulah, maka KementerianPendidikan
dan Kebudayaan mengembangkan program Gerakan Literasi Sekolah (GLS).
Gerakan Literasi Sekolah (GLS) adalah upaya menyeluruh
yang melibatkan semua warga sekolah (guru, peserta didik, orang tua/wali murid)
dan masyarakat, sebagai bagian dari ekosistem pendidikan. GLS memperkuat
gerakan penumbuhan budi pekerti sebagaimana dituangkan dalam Peraturan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 23 Tahun 2015. Untuk mengimplementasikan Gerakan Literasi
Sekolah tersebut, maka sebagai pendidik, guru
dituntut untuk bisa menciptakan suasana kelas yang literat dan bisa
memotivasi peserta didik
untuk terlibat dalam kegiatan membaca dan menulis. Kelas harus memberikan
suasana menyenangkan dan nyaman
bagi peserta didik agar mereka bersemangat dalam kegiatan
literasi.
B.
Definisi
Kelas yang Literat
Lingkungan
kelas yang literat adalah lingkungan kelas yang kaya dengan media kebahasaan
dan cetakan yang mendukung peningkatan kemampuan
siswa dalam membaca, menulis, berkomunikasi, berkolaborasi, berkreasi, dan
berpikir kritis. Reutzel dan Clark
(2011) menjelaskan bahwa tata letak dan pengaturan kelas menjadi salah satu faktor
dukung untuk menciptakan suasana kelas yang literat. Terkait dengan tata letak dan pengorganisasian kelas, mungkin saja antara kelas yang satu dengan
yang lainnya berbeda, tergantung pada kreativitas dan
kemampuan masing-masing guru kelas dalam mengelola kelasnya. Sehingga, keterbatasan tempat tidak bisa dijadikan sebagai
alasan untuk tidak menciptakan suasana kelas yang literat.
Selain itu, lingkungan kelas yang literat harus mampu memotivasi siswa untuk
lebih bersemangat dalam belajar, berkreasi, dan menemukan hal-hal yang baru
(produktif). Oleh karena itu, selain mampu mengorganisasi kelas dengan baik,
guru juga dituntut untuk bisa menciptakan suasana belajar mengajar yang
menyenangkan dan bermakna serta menumbuhkan kreatifitas, kemapuan berfikir kritis, dan sikap
positif terhadap membaca dan menulis bagi peserta didik.
C.
Menciptakan
Lingkungan Kelas yang Literat
Berikut ini adalah
beberapa saran yang bisa diimplementasikan untuk menciptakan suasan kelas yang
literat.
1.
Tulisan di
Dalam Kelas
Salah
satu kriteria kelas yang literat adalah ditunjukkan dengan banyaknya tulisan
yang ada di dalam kelas tersebut. Tulisan – tulisan tersebut dapat berupa bank
data siswa, jadwal pelajaran, jadwal piket, daftar inventaris kelas, kalender,
jam kejujuran, jadwal kegiatan kelas, poster, dan lain-lainnya. Semakin
banyak tulisan yang ada di dalam kelas,
semakin banyak peserta didik
mendapat informasi literasi. Terlebih lagi
untuk peserta didik yang ada di kelas awal, pengalaman
dengan huruf atau kata yang diperoleh
mereka di dalam kelas, akan sangat membantu
kemampuan mereka dalam membaca
dan menulis.
2. Class Display
Class Display adalah sebuah sarana belajar berbentuk papan atau gantungan yang sering dimanfaatkan oleh guru-guru untuk memajangkan hasil karya atau hasil belajar peserta didik dalam bentuk produk. Class Display atau dalam istilah lain biasa disebut dengan papan pajangan karya siswa mempunyai peranan penting untuk memberikan informasi yang dapat menunjang pembelajaran di kelas.
Class Display atau papan pajangan karya juga bisa memotivasi peserta didik untuk lebih produktif dan kreatif di dalam proses belajar. Peserta didik akan merasa diapresiasi dan dihargai jika hasil karyanya dipajang di kelas. Di samping itu, dengan melihat dan membaca pajangan karya teman yang sudah dipajang, peserta didik yang lain bisa mendapatkan inspirasi untuk berkarya. Hal tersebut akan menumbuhkan semangat berkreasi, berkompetisi, dan memberikan motivasi kepada peserta didik untuk bisa menghasilkan karya yang lebih baik lagi.
2. Class Display
Class Display adalah sebuah sarana belajar berbentuk papan atau gantungan yang sering dimanfaatkan oleh guru-guru untuk memajangkan hasil karya atau hasil belajar peserta didik dalam bentuk produk. Class Display atau dalam istilah lain biasa disebut dengan papan pajangan karya siswa mempunyai peranan penting untuk memberikan informasi yang dapat menunjang pembelajaran di kelas.
Class Display atau papan pajangan karya juga bisa memotivasi peserta didik untuk lebih produktif dan kreatif di dalam proses belajar. Peserta didik akan merasa diapresiasi dan dihargai jika hasil karyanya dipajang di kelas. Di samping itu, dengan melihat dan membaca pajangan karya teman yang sudah dipajang, peserta didik yang lain bisa mendapatkan inspirasi untuk berkarya. Hal tersebut akan menumbuhkan semangat berkreasi, berkompetisi, dan memberikan motivasi kepada peserta didik untuk bisa menghasilkan karya yang lebih baik lagi.
3. Sudut Baca
Pemanfaatan sudut baca kelas bertujuan untuk meningkatkan
kecakapan literasi perpustakaan (library literacy) peserta didik. Selain
itu, sudut baca juga bisa digunakan untuk menunjang
kegiatan membaca mandiri peserta
didik. Adapun
koleski buku yang terdapat di sudut baca kelas bisa berupa
buku-buku cerita atau bahan cetakan lainnya, seperti koran atau majalah
anak-anak yang disesuaikan isinya dengan karakter
dan kebutuhan peserta
didik (minat, usia,
dan kemampuan membaca).
Untuk mengembangkan konsep anak sebagai pembaca dan
penulis, dalam sudut baca
perlu dimasukkan buku-buku atau tulisan yang sudah dipublikasikan oleh siswa
sendiri. Di samping itu, koleksi
buku dalam sudut baca
kelas sebisa mungkin harus ditambah dan lebih variatif.
Hal ini bisa dilakukan dengan
melibatkan paguyuban
kelas ataupun masyarakat umum. Hal lain yang perlu diperhatikan di dalam membuat sudut baca kelas adalah
setting dan tata letak yang menyenangkan sehingga membuat peserta didik
tergugah untuk membaca.
4. Antusiasme
Guru
Dalam penerapan budaya literasi di
sekolah, terutama di kelas, guru memegang peranan
yang signifikan dalam menentukan berhasil atau tidaknya program tersebut. Seperti yang
diketahui bersama, bahwa literasi bukan hanya membiasakan siswa membaca dan menulis, lebih
dari itu guru dituntut agar bagaimana proses pembelajaran yang berlangsung di kelas dapat
menghasilkan kebermaknaan yang mendalam bagi siswa. Sehingga,
komitmen dan antusiasme guru sangat diperlukan untuk menciptkan suasana kelas
yang literat. Ada beberapa hal yang bisa dilakukan oleh guru agar suasana kelas
yang literat ini bisa terbangun, diantaranya: membiasakan kegiatan membaca 15 menit sebelum
pembelajaran jam pertama dimulai, menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia
Raya dan lagu Wajib Nasional sebelum pelajaran, membuat peta konsep,
memperbanyak diskusi kelompok, menyanyikan lagu daerah setelah selesai kegiatan
belajar mengajar, menata ulang tempat duduk peserta didik secara periodik, menggunakan media belajar berbasis internet
dan atau teknologi informasi, dan lain-lainnya.
5. Partisipasi
Orang Tua
Sesuai dengan definisinya, Gerakan Literasi Sekolah (GLS) adalah upaya menyeluruh
yang melibatkan semua warga sekolah (guru, peserta didik, orang tua/wali murid)
dan masyarakat, sebagai bagian dari ekosistem pendidikan. Berdasarkan definisi
di atas, untuk menciptakan suasana kelas yang literat sebagai bagian dari
Gerakan Literasi Sekolah (GLS), peran aktif orang tua sangat dibutuhkan. Hal
ini bisa dilakukan dengan cara menghidupkan kembali paguyuban kelas dan
memfokuskan kegiatan untuk pengadaan buku koleksi di sudut baca yang lebih
variatif dan menarik.
Kegiatan alternatif lain yang bisa dilakukan untuk melibatkan peran orang tua untuk menciptakan suasana
kelas yang literat adalah dengan meminta mereka membacakan buku di dalam
kelas secara bergiliran. Hal ini
sesuia dengan program pemerintah, Gerakan Nasional Orangtua Membacakan Buku (Gernas Baku), yang
mengajak peran aktif keluarga dalam meningkatkan minat
baca anak melalui pembiasaan, di rumah, satuan PAUD, dan di masyarakat.
Tujuan kegiatan ini adalah selain orang tua merasa terlibat dalam program
literasi, para siswa akan merasa didukung oleh orang tuanya. Dukungan orang tua
sangat positif dalam meningkatkan motivasi siswa. Semakin besar partisipasi orang tua, semakin
baik perkembangan belajar siswa dalam literasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar