Tulisan ini saya buat sebagai bentuk kekecewaan kejengkelan saya terhadap ucapan seseorang yang mengatakan bahwa belajar di pondok pesantren tidak efektif sama sekali… Saya menyadari mungkin orang yang berpendapat seperti itu belum tahu dan atau mungkin tidak tahu dan tidak mau tahu bagaimana dan seperti apa system pendidikan, pembelajaran, dan pengajaran yang ada di pondok pesantren. Di bawah ini akan sedikit saya paparkan bagaimana sebenarnya pola pendidikan di pesantren berdasarkan pengalaman yang saya dapatkan selama kurang lebih 6 tahun hidup di lembaga yang bernama pondok pesantren tersebut.
Introduction
Pondok pesantren adalah lembaga pendidikan Islam yang diperkenalkan di Jawa sekitar 500 tahun yang lalu. Sejak saat itu, lembaga tempat para kaum bersarung (baca: santri) menimba ilmu, telah mengalami banyak perubahan dan memainkan peran yang sangat signifikan dalam masyarakat Indonesia.
Pada zaman walisongo, pondok pesantren telah memainkan peranan penting dalam penyebaran agama Islam di pulau Jawa. Bahkan pada zaman kolonialisme dan imperialism kuno Belanda, hampir semua peperangan melawan pemerintah kolonial Belanda bersumber atau paling tidak mendapat dukungan sepenuhnya dari dunia pesantren (Hasbullah 1999:149).
Sistem Pendidikan Pondok Pesantren
Konon, sebelum munculnya pesantren, pusat pendidikan, pembelajaran, dan pengajaran agama Islam dilaksanakan di surau-surau kecil, masjid atau rumah pemuka agama (baca: kyai). System dan metode pembelajaran dan pengajaran yang digunkan pun masih sangat sederhana. Biasanya para murid (baca: santri) duduk di lantai, menghadap sang guru, dan belajar mengaji bersama. Proses belajar mengajar tersebut biasanya dilaksanakan pada malam hari. Hal ini disebabkan Karena pada siang hari mereka (para santri) harus bekerja membantu oran tuanya. Menurut Zuhairini (1997:212), tempat-tempat pendidikan Islam nonformal seperti inilah yang “menjadi embrio terbentuknya sistem pendidikan pondok pesantren.” Ini berarti bahwa sistem pendidikan pada pondok pesantren masih hampir sama seperti sistem pendidikan di surau atau masjid, hanya lebih intensif dan dalam waktu yang lebih lama.
Secara garis besar, sebenarnya ada dua system pendidikan yang diaplikasikan dalam beberapa pondok pesantren. System sorogan, yang sering disebut sistem individual, dan sistem bandongan atau wetonan yang sering disebut kolektif. Dengan sistem sorogan tersebut, setiap santri mendapat kesempatan untuk belajar secara langsung dari kyai atau assisten kyai (baca: badal). Sistem ini biasanya diaplikasikan untuk mereka yang telah master dalam baca Al Qur’an dan Kitab – kitab islam klasik (baca: Kitab Kuning). Dengan system ini para santri dituntut dan benar-benar diujit kesabaran, kerajinan, ketaatan dan disiplin pribadi mereka.
Metode utama sistem pembelajaran dan pengajaran yang diterapkan di lingkungan pesantren ialah sistem bandongan atau wetonan. Dalam sistem ini, sekelompok murid mendengarkan seorang guru (baca: ustadz) yang membaca, menerjemahkan, dan menerangkan kitab-kitab kuning dalam bahasa Arab. Kelompok kelas dari sistem bandongan ini disebut halaqah yang artinya sekelompok siswa yang belajar dibawah bimbingan seorang guru (Dhofier, 1985: 28).
Selain itu, ada satu hal yang menurut penulis sangat penting yang diajarkan oleh lembaga pesantren dan saat ini dikesampingkan oleh lembaga pendidikan lain. Yaitu pendidikan moral. Bagaimana tidak, pendidikan moral saat ini seolah hanya menjadi selogan dan pemanis bibis saja. Di sekolah-sekolah (tidak semua sekolah) murid-murid diajarkan untuk berbuat curang, tidak jujur, berdusta, dan akhlak-akhlak jaman jahiliya lainnya (lihat tulisan sya sebelumnya yang mneyoroti masalah UNAS, maka disitu akan terlihat kebobrokan moral para oknum di lembaga sekolah). Sedangkan di pesantren, pendidikan moral sangat ditekankan keberadaannya. Bagaimana harus bersikap kepada kyai, ustadz, sesame santri dan sebagainya. Bahkan dalam setiap tingkatan kitab-kitab kuning yang membahas masalah moral ini (misalnya: adabul murid ma’a as-Syaikh, Ta’limul Muta’allim), dsb )hukumnya wajib dipelajari oleh para santri.
Semoga tulisan singkat ini bisa membuka mata anda yang memandang sebelah mata terhadap pondok pesantren.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Khutbah Jum'at: Rezekimu dalam Jaminan Alloh Swt.
Khutbah I اَلْحَمْدُ لِلهِ وَاسِعِ الْفَضْلِ وَالْاِحْسَانِ، اَلْكَرِيْمِ الَّذِيْ تَأَذَّنَ بِالْمَزِيْدِ لِذَوِي الشُّكْرَا...
-
Oleh: Qoni' Zamili, Muhamad Nur Hidayad, Eryun Passetyo, A.F Sulaiman ABSTRAK Nyethe merupakan kebiasaan perokok di daerah Tulungagung y...
-
JABUTAN ACAK DI DESA WONOREJO KECAMATAN LUMBANG KABUPATEN PASURUAN: ANALISIS NILAI DAN PERANNYA DI ERA GLOBALISASI Muhamad Nur Hidayad (Juru...
-
M.N. Hidayad Introduction Compared to the other three language skills, there is no doubt that writing is the most difficult skill for seco...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar